Oke, berhubung ini postingan pertama blog saya, jadi saya akan membagikan
sebuah kisah yang (menurut saya) sangat inspiratif, saya mengutip cerita ini
dari serial buku “Chicken Soup for the Soul – Think Positive” karya “Jack Canfield,Mark
Victor Hansen, dan Amy newmark”.
Saya merasa kalau cerita ini sangat menyadarkan saya akan suatu hal, yang
tentunya sangat memotivasi. dan saya akan menuliskan kutipan cerita tersebut.
saya rasa anda juga akan menemukan suatu hikmah dari cerita ini, karena kita
memang mempunyai cerita masing- masing dan apa yg kita tarik dan temukan juga
pasti berbeda,saya rasa anda mungkin akan mendapatkan kesimpulan yang berbeda dengan saya, dan ini kutipan cerita tersebut :
Terima kasih pak pengibar bendera
Bukanlah kedudukan yang membuat kita bahagia
Tetapi sikap kita
Antrean panjang lalu lintas jam sibuk mengular di jalan yang licin karena
hujan saat aku memandang gugup ke arlojiku. 05.30! itu ketiga kalinya minggu
ini aku terlambat menjemput anak- anak, dan pengasuh bayiku tidak akan senang.
Ah, biarlah, kataku kepada diri sendiri. Keterlambatanku tidak bisa dihindari.
Sepanjang hari semuanya kacau, mulai dari aki mobil yang mati pagi ini sampai
ke tidak masuknya sekretaris sehingga seluruh kantor berantakan. Kemacetan lalu
lintas ini sepertinya adalah akhir yang sempurna dari sebuah hari yang kacau.
Yang kuinginkan hanyalah pulang dan berendam di air hangat, menikmati
ketenangan dan kedamaian. Tetapi aku tahu anak- anak akan mencari makan malam
begitu kami memasuki pintu, dan pagi tadi aku meninggalkan rumah dalam keadaan
berantakan sehingga aku harus melakukan sesuatu sebelum suamiku pulang.
Kemudian setelah makan malam, piring- piring kotor harus dicuci, makan siang untuk
esok perlu dikemas, dan setumpuk pakaian kotor tidak bisa ditunda lagi, setelah
itu, aku hanya ingin tidur, persis seperti malam- malam lain.
Aku menarik napas dengan keras meski tidak ada yang mendengar. Akhir- akhir
ini hidupku tidak lebih dari siklus tanpa akhirdari pekerjaan rumah tangga,
kerja, dan tidur, tanpa sesuatu yang emutus siklus monoton itu dan akhir pekan
dipenuhi dengan lebih banyak tugas rumah tangga. Pasti ada yang lebih besar
daripada hidup seperti ini. Aku rasa aku hanya terlalu sibuk dan terlalu lelah
untuk mencarinya.
Dan kemudian aku melihatnya.
Petugas pengibar bendera berdiri seorang diri, nyaris tidak tampak kecuali
rompi jingga menyalanya, ditengah jalan, dengan sabar mengarahkan lalu lintas
empat jalur ke satu jalur. Tetapi ada sesuatu yang tidak biasa dari petugas
pengibar bendera ini, dan saat aku memajukan mobil menunggu giliranku untuk
lewat, aku menyadari sesuatu yang tidak biasa itu.
Berdiri ditengah lusinanpengguna jalan yang tidak sabar, basah kuyup, dan
semakin kuyup dengan cipratan lumpur es, dia hanya tersenyum, dia melambaikan
tangan. Tidak banyak yang membalas lambaiannya, tetapi beberapa orang
membalasnya. Banyak dari mereka yang tersenyum.
Saat aku duduk menanti giliranku didalam mobilku yang hangat dan kering,
aku mulai merasa malu. Jika pria ini, yang tidak melakukan apapun sepanjang
hari kecuali melihat mobil lewat satu per satu, bisa berdiri di tengah hujan
berjam- jam yang monoton dan masih bisa ramah kepada setiap orang lewat, apa
hakku untuk mengeluhkan hiduppku ? aku memikirkan lagi apa yang ada dihadapanku
malam ini – rumah yang nyaman, banyak makanan yang hanya perlu disiapkan dan
yang terpenting, suami yang peduli dan anak- anak yang kucintai melebihi dari
segalanya di dunia ini.
Dan esok ? Esok aku mempunyai
peluang untuk menggunaan keterampilan dan kecerdasanku untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat dan
penting. Seperti hidup yang kumiliki ? jelas hidup yang sangat indah.
Pada akhirnya tiba giliranku untuk melewati petugas bendera itu. Seperti
diberi isyarat, kami berdua saling melambaikan tangan.
“Terima Kasih”, ucapku tanpa suara melalui jendela. Dia tersenyum dan
mengangguk dan aku melanjutkan perjalanan dengan semangat terangkat dan sikap
berubah. Dan dari kaca spion aku bisa melihat dia melambaikan tangan ke setiap
mobil yang lewat.
Jennie Ivey